B. Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab “akhlaqun” yang merupakan bentukjamak dari “khuluqun”, atau akhlak juga berarti budi pekerti, tabia’at atau tingkah laku, watak,dan perangai.
Sedangkan menurut istilah akhlak didefenisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
a. Menurut Al-Ghazali, segala sifat yang tertanam dalam hati yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran tanpa pertimbangan.
b. Menurut Abdul Karim Zaidan, nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa sehingga seseorang dapat menilai perbuatan baik atau buruk, kemudian memilih melakukan atau meninggalkan perbuatan tersebut.
c. Menurut Ahmad Amin ialah membiasakan kehendak. Ini berari bahwa kehendak itu apabila dibiasakan terhadap maka kebiasan itu akan dapat membentuk akhlak.
d. Menurut Ibnu Maskawaih, akhlah adalah perilaku jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan (sebelumnya).
Jadi, ilmu akhlak ialah ilmu yang berusaha untuk mengenal tingkah laku manusia kemudian memberi hukum/nilai kepada perbuatab itu bahwa ia baik atau buruk sesuai dengan norma-norma akhlak dan tata susila.
B. Pengertian Akhlak Terpuji & Akhlak Tercela
Akhlak terpuji disebut juga akhlakul kharimah atau akhlakul mahmudah, artinya segala macam perilaku atau perbuatan baik yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan akhlak buruk yang disebut juga akhlak mazmumah, yaitu segala macam perilaku atau perbuatan buruk/tercela yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk al-qur’an da al-hadis. Jika kita perhatikan al-qur’an atau hadis dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik dan ada pula yang mengacu kepada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnyaal-hasanah, thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah dan al-birr.
Keutamaan akhlak terpuji disebutkan dalam hadist salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu dzar dari Nabi Muhammad saw, yang artinya:
“ wahai abu dzar! ‘maukah aku tunjukan dua hal yang sangat ringan dipunggung, tetapi sagat berat ditimbangan(pada hari kiamat kelak?)’, Abu dzar menjawab, ‘hendaklah kamu melakukan akhlak terpuji dan banyak diam. Demi Allah yang tanganku berada digenggamannya, tidak ada makhluk lain yang dapat bersolek dengan dua hal tersebut” (H.R Al-baihaqi)
Akhlak buruk atau akhlakul mazmumah adalah akhlak yang tercela dan akhlak baik pun bisa menjadi akhlak tercela jika dalam melakukan perbuatan baik itu niat dan cara melakukannya dengan cara tidak baik.
Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak terpuji disebit dengan akhlak tercela. Akhlak terceka merupakan tingkah laku yang tercela yang dapat merusak keimanan seseorang dan adapat menjatuhkan amartabatnya sebagai manusia.
Sebagai maunsia yang beriman kita harus menjauhi akhlat tercela, sebagaimana yang nyatakan dalam beberapa keterangan.
1. Rasulullah saw.bersabda:
“ seandainya akhlak buruk itu seseorang yang berjalan ditengah-tengah manusia, ia pasti seseorang yang buruk. Sesungguhnya Allah tidak menjadikan perangiku jahat.”
2. Rasulullah saw bersabda:
“ sesungguhnya akhlak tercela merusak kebaikan sebagaimana cuka merusak madu”.
C. Macam- Macam Akhlak Terpuji
1. HUSNUZAN
a. Pengertian
Husnuzan secara bahasa berarti “berbaik sangka” lawan katanya adalah su’uzan yang berarti berburuk sangka atau apriori dan sebagainya. Husnuzan adalah cara pandang seseorang yang membuatnya melihat segala sesuatu secara positif, seorang yang memiliki sikap husnuzan akan mepertimbangkan segala sesuatu dengan pikiran jernih, pikiran dan hatinya bersih dari prasangka yang belum tentu kebenaranya. Sebaliknya orang yang pemikirannya senantiasa dikuasai oleh sikap su’uzan selalu akan memandang segala sesuatu jelek, seolah-olah tidak ada sedikit pun kebaikan dalam pandanganya, pikirannya telah dikungkung oleh sikap yang menganggap orang lain lebih rendah dari pada dirinya. Sikap buruk sangka identik dengan rasa curiga, cemas, amarah dan benci padahal kecurigaan, kecemasan, kemarahan dan kebencian itu hanyalah perasaan semata yang tidak jelas penyebabnya, terkadang apa yang ditakutkan bakal terjadi pada dirinya atau orang lain sama sekali tak terbukti.
Kembali kepada husnuzan, secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
- Husnuzan kepada Allah, ini dapat ditunjukan dengan sifat tawakal, sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup.
- Husnuzan kepada diri sendiri, ditunjukan dengan sikap percaya diri dan optimis serta inisiatif
- Husnuzan kepada sesama manusia, ditunjukan dengan cara senang, berpikir positif dan sikap hormat kepada orang lain tanpa ada rasa curiga.
b. Macam-macam husnuzan
1. Husnuzan Kepada Allah
Salah satu sifat terpuji yang harus tertanam pada diri adalah adalah sifat husnuzan kepada Allah, sikap ini ditunjukan dengan selalu berbaik sangka atas segala kehendak allah terhadap hamba-Nya. Karena banyak hal yang terjadi pada kita seperti musibah membuat kita secara tidak langsung menganggap Allah telah tidak adil, padahal sebagai seorang mukmin sejati semestinya kita harus senantiasa menganggap apa yang ditakdirkan Allah kepada kita adalah yang terbaik.Seseorang boleh saja sedih, cemas dan gundah bila terkena musibah, akan tetapi jangan sampai berlarut-larut sehingga membuat dirinya menyalahkan Allah sebagai Penguasa Takdir. Sikap terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan cara segera menata hati dan perasaan kemudian menegguhkan sikap bahwa setiap yang ditakdirkan Allah kepada hamba-Nya mengandung hikmah. Inilah yang disebut dengan sikap husnuzan kepada Allah.
Sebagai seseorang mukmin yang meyakini bahwa Allah Maha Tahu atas apa yang terjadi terhadap hamba-Nya, karena itu kita semestinya berpikir optimis, yakin bahwa rahmat dan karunia yang diberikan Allah kepada manusia tidak akan pernah putus. Sebagaimana Firman Allah Swt :
Sebagai seseorang mukmin yang meyakini bahwa Allah Maha Tahu atas apa yang terjadi terhadap hamba-Nya, karena itu kita semestinya berpikir optimis, yakin bahwa rahmat dan karunia yang diberikan Allah kepada manusia tidak akan pernah putus. Sebagaimana Firman Allah Swt :
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
“Dan rahnat ku meliputi segala sesuatu” (Q.S.Al-A’raf : 156)
Sehubungan dengan ayat ini, kita perlu ber-husnuzan kepada Allah dalam segala hal dan keadaan, Allah Maha Tahu apa yang terbaik buat hamba-Nya, ketika kita senang dan suka karena mendapatkan rezeki dan kenikmatan dari Allah, maka sebaliknya saat kita dalam keadaan nestapa dan duka karena mendapatkan ujian dan cobaan hendaknya tetap ber-husnuzan kepada Allah Swt., sebab semua yang diberikan oleh Allah, baik berupa kenikmatan maupun cobaan tentu mengandung banyak hikmah dan kebaikan. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam sebuah Hadits Qudsi yang artinya :
“Selalu menuruti sangkaan hamba ku terhadap diriku jika ia berprasangka baik maka akan mendapatkan kebaikan dan jika ia berprasangka buruk maka akan mendapatkan leburukan” (H.R.at-Tabrani dan Ibnu Hiban).
2. Husnuzan terhadap Diri Sendiri
Perilaku husnuzan terhadap diri sendiri artinya adalah berperasangka baik terhadap kemampuan yang dimilki oleh diri sendiri. Dengan kata lain, senantiasa percaya diri dan tidak merasa rendah diri di hadapan orang lain. Orang yang memiliki sikap husnuzan terhadap diri sendiri akan senantiasa memiliki semangat yang tinggi untuk meraih sukses dalam setiap langkahnya. Sebab ia telah mengenali dengan baik kemempuan yang dimilikinya, sekaligus menerima kelemahan yang ada pada dirinya, sehingga ia dapat menetahui kapan ia harus maju dan tampil di depan dan kapan harus menahan diri karena tidak punya kemampuan di bidang itu.
3. Husnuzan terhadap Sesama Manusia
Husnuzan terhadap sesama manusia artinya adalah berprasangka baik terhadap sesama dan tidak meragukan kemampuan atau tidak bersikap apriori. Semua orang dipandang baik sebelum terbukti kesalahan atau kekeliruannya, sehingga tidak menimbulkan kekacauan dalam pergaulan. Orang yang ber-husnuzan terhadap sesama manusia dalam hidupnya akan memiliki banyak teman, disukai kawan dan disegani lawan.Husnuzan terhadap sesama manusia juga merupakan kunci sukses dalam pergaulan, baik pergaulan di Sekolah, keluarga, maupun di lingkungan masyarkat. Sebab tidak ada pergaulan yang rukun dan harmonis tanpa adanya prasangka baik antara satu individu dengan individu lainnya.
c. Contoh Perilaku Husnuzan
1. Husnuzan kepada Allah dan Sabar Menghadapi Cobaan-Nya
Berprasangka baik kepada Allah Swt. artinya menganggap qada dan qadar yang diberikan Allah adalah hal yang terbaik untuk hamba-Nya, karena Allah Swt. bertindak terhadap hamba-Nya seperti yang disangkakan kepada-Nya, kalau seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah Swt., maka buruklah prasangka Allah kepada orang tersebut, jika berprasangka baik kepada-Nya, maka baik pulalah prasangka Allah kepada hamba-Nya.
Cara menunjukkan sikap husnuzan kepada Allah swt adalah :
Cara menunjukkan sikap husnuzan kepada Allah swt adalah :
a. Senantiasa taat kepada Allah.
b. Bersyukur apabila mendapatkan kenikmatan.
c. Bersabar dan ikhlas apabila mendapatkan ujian serta cobaan.
d.Yakin bahwa terdapat hikmah di balik segala penderitaan dan kegagalan.
2. Husnuzan kepada Diri Sendiri.
Husnuzan kepada diri sendiri adalah sikap baik sangka kepada diri sendiri dan meyakini akan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Husnuzan kepada diri sendiri dapat ditunjukkan dengan sikap gigih dan optimis. Gigih berarti sikap teguh pendirian, tabah dan ulet atau berkemauan kuat dalam usaha mencapai sesuatu cita-cita. Sedangkan optimis adalah sikap yang selalu memiliki harapan baik dan positif dalam segala hal.
Manfaat sikap gigih adalah :
1. Membentuk pribadi yang tangguh
2. Menjadikan seseorang teguh pendirian dan tidak mudah terpengaruh
3. Menjadikan seseorang kreatif.
4. Menyebabkan tidak gampang putus asa dan menyerah terhadap keadaan
5. Berinisiatif, artinya pelopor atau langkah pertama atau senantiasa berbuat sesuatu yang sifatnya produktif. Berinisiatif menuntut sikap bekerja keras dan etos kerja yang tinggi. Adapun ciri-ciri orang penuh inisiatif adalah kreatif dan tidak kenal putus asa.
3. Husnuzan kepada Sesama Manusia
Husnuzan kepada sesama manusia adalah sikap yang selalu berpikir dan berprasangka baik kepada sesama manusia. Sikap ini ditunjukkan dengan rasa senang, berpikir positif dan sikap saling menghormati antar sesama hamba Allah tanpa ada rasa curiga, dengki dan perasaan tidak senang tanpa alasan yang jelas.
Nilai dan manfaat dari sikap Husnuzan kepada manusia mengandung nilai dan manfaat sebagai berikut :
a. Hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik.
b. Terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama.
c. Selalu senang dan bahagia atas kebahagiaan orang lain.
d. Hikmah Husnuzan
Di antara hikmah husnuzan adalah sebagai berikut:
1. Menumbuhkan perasaan cinta kepada Allah, artinya melaksanakan perintah Allah dan Rasul serta menjauhi segala larangannya, melaksanakan jihad fisabillilah dan mencintai sesame manusia karena Allah.
2. Menumbuhkan perasaan syukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya.Menumbuhkan sikap sabar dan tawakal.
3. Menumbuhkan keinginan untuk berusaha beroleh rahmat dan nikmat Allah.
4. Mendorong manusia mencapai kemajuan.
5. Menimbulkan ketentraman.
6. Menghilangkan kesulitan dan kepahitan.
7. Membuahkan kreasi yang produktif dan daya cita yang berguna.
2. TOBAT
a. Hakekat Tobat
Kata taubat adalah terambil dari bahasa arab “taubatun”, kata tersebut berasal dari kata “taaba-yatubu-taubatun” yang artinya kembali. Orang yang taubat karena takut azab Allah disebut “taaibun” (isim fail dari taba). Orang bertaubat kepada Allah adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju sesuatu: kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat yang terpuji, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari maksiat menuju taat, kembali dari segala yang dibenci Allah menuju yang diridhai-Nya,kembali dari saling bertentangan menuju saling menjaga persatuan, kembali kepada Allah setelah meninggalkan-Nya yang kembali taat setelah melanggar larangan-Nya. …..
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, …."(Q.S. At-Tahrim/66:8)
Jadi, Taubat yaitu menyesali perbuatan dasa yang telah dilakukan, dan akan mengulangi kembali. Dalam kehidupan ini manusia pasti berbuat dosa. Tak satupun manusia yang tidak berbuat dosa, walau dosa kecil. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya:“Setiap anak Adam(manusia) berdosa. Sebaik-baik orang yang bedosa ialah yang mau bertaubat. (H.R. Tirmidzi, Ibnu Hibban dengan sanad yang kuat)”.
b. Hukum bertaubat
Bertaubat termasuk perkara yang diwajibkan dalam agama. Dengan bertaubat manusia akan berhenti dari berbuat dosa.Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun. Ia senantiasa memberi kesempatan kepada hambaNya yangmau memohon ampun atas segala dosa yang telah dia perbuat.Seperti dalam firman Allah dalam Q.S. An-Nuur Ayat 31 yang artinya:
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“ bertaubatlah kamu semua kepada Allah hai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung”.
c. Penggolongan taubat
Secara umum para ulama membagi tobat menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Tobat Awam (tobat manusia umum),yaitu tobat manusia secara umum. Yang dimaksud ialah bahwa hati seseorang tunduk dikarenakan dirinya telah melakukan perbuatan salah dan dosa.
2. Tobat Khawash (tobat orang-orang khusus), tobat tingkat ini sebagai pertanda meningkastnya makrifah manusia kepada Allah. Mereka merasa malu dikarenakan telah melakukan perbuatan-perbuatan yang mekruh. Hatinya tunduk dan khusyuk dihadapan Allah, tobat semacam ini sebagaimana yang dilakukan nabi Adam yang menangis dan menyesal karena telah melanggar larangan Allah yaitu memakan buah Khuldi.
3. Tobat Akhash Al-khawash, tingkatan tobat yang paling tinggi adalah tobat ini. Tobat rasulullah manakala dia berkata, “sesungguhnya ini adalah kebodohan pada hatiku, dan sesungguhnya aku akan memohon ampun kepada Allah sebanyak tujuh puluh kali dalam sehari”. Dengan kata lain, untuk membersihkan hatinya dari menaruh perhatian kepada selain Allah, Rasulullah bristigfar kepada Allah.
d. Tata cara untuk bertobat
Untuk melakukan tobat yang sempurna, seseorang yang bersalah harus memenuhi lima tahapan :
1. Menyadari kesalahan
2. Menyesali kesalahan
3. Memohon ampun kepada Allah(istigfar )dengan keyakinan atau husnuzhzhan bahwa Allah swt. Akan mengampuninya
4. Berjanji tidak akan mengulanginya
5. Menutupi kesalahan masa lalu dengan amal shaleh, untuk membuktikan bahwa dia benar-benar bertobat.firman Allah swt. :
Artinya :
“Dan Sesungguhnya aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.”(Q.S.Taha/20:82)
e. Jenis dosa dan cara tobatnya
Secara umum perbuatan dosa dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu :
a. Dosa yang berkaitan dengan hak Allah. Seperti berkata dusta, meninggalkan sholat lima waktu, berbuat syirik,meminum khamar, berjudi, main perempuan, menyaksikan film-film yang mengundang syahwat, semua diatas adalah termasuk dosa besar. Caranya seseorang harus berhenti dari perbuatan dosa tersebut dan menyesali perbuatan yang telah dilakukan, memperbaiki diri dan tidak melakukan dosa yang sama untuk kedua kalinya.
b. Dosa yang berkaitan dengan hak Allah namun hak Allah yang wajib ditutupi atau diqada, seperti orang yang tidak mengerjakan puasa caranya apabila dia meninggalkan satu hari saja puasa maka dia harus berpusa selama enam puluh hari sebagai kafarah dari perbuatannya atau dia memberi makan enam orang miskin.
c. Dosa yang terkait dengan hak manusia yang tidak membutuhkan kepada pengganti, seperti perbuatan gibah mengumpat, mencari-cari kesalahan orang lain atau menggunjing. Caranya dengan tidak mengumpat serta menyesali apa yang telah mereka lakukan dan memperbaiki dirinya, maka pasti Allah mengampuninya.
d. Dosa yang berkaitan dengan hak manusia, yang wajib dikembalikan kepada mereka. Seperti memakan harta orang lain, walaupun hanya sekedar satu karat, walaupun hanya sebutir gandum. Caranya mengembalikan harta orang lain yang telah dighashabnya, kemudian menyesali apa yang telah terjadi dan tidak memakan harta haram lagi dan dia juga tidak boleh seperti seekor lintah yang menghisap darah manusia.
D. Macam-Macam Akhlak Tercela
1. RIYA
Riya berasal dari bahasa arab ri’aun atau riya’ yang artinya memperlihatkan. Kata ini diulang berpuluh-puluh kali dalam al-qur’an. Firman allah :
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(Q.S. Al-Baqarah/2: 264)
Menurut bahasa riya’ berarti pamer, memperlihatkan, atau ingin memperlihatkan yang bukan sebenarnya. Sedangkan menurut istilah riya’ dapat didefinisikan “memperlihatkan suatu ibadah dan amal shalih kepada orang lain, bukan karena Allah tetapi karena sesuatu selain Allah, dengan harapan agar mendapat pujian atau penghargaan dari orang lain.” Sementara memperdengarkan ucapan tentang ibadah dan amal salehnya kepada orang lain disebutsum’ah (ingin didengar).
Adapun menurut istilah riya adalah melakukan sesuatu karena ingin dilihat atau ingin dipuji orang lain.
Riya’ merupakan perbuatan tercela dan merupakan syirik kecil yang hukumnya haram. Riya’ sebagai salah satu sifat orang munafik yang seharusnya dijauhi oleh orang mukmin. Simak QS. An Nisa’ : 142 :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً
Artinya : “Sesungguhnya orang-rang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ (dengan shalat itu) dihadapan manusia, dan tidaklah mereka dzkiri kepada Allah kecuali sedikit sekali.”
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bercerita, ”Di hari kiamat nanti ada orang yang mati syahid diperintahkan oleh Allah untuk masuk ke neraka. Lalu orang itu melakukan protes, ‘Wahai Tuhanku, aku ini telah mati syahid dalam perjuangan membela agama-Mu, mengapa aku dimasukkan ke neraka?’ Allah menjawab, ‘Kamu berdusta dalam berjuang. Kamu hanya ingin mendapatkan pujian dari orang lain, agar dirimu dikatakan sebagai pemberani. Dan, apabila pujian itu telah dikatakan oleh mereka, maka itulah sebagai balasan dari perjuanganmu’.”
Orang yang berjuang atau beribadah demi sesuatu yang bukan ikhlas karena Allah SWT, dalam agama disebut riya. Sepintas, sifat riya merupakan perkara yang sepele, namun akibatnya sangat fatal. Sifat riya dapat memberangus seluruh amal kebaikan, bagaikan air hujan yang menimpa debu di atas bebatuan. Allah SWT berfirman :
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً
Artinya : ”Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan”. (QS. Al-Furqan : 23)
Abu Hurairah r.a. juga pernah mendengar Rasulullah bersabda :
”Banyak orang yang berpuasa, namun tidak memperoleh sesuatu dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga, dan banyak pula orang yang melakukan shalat malam yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali tidak tidur semalaman.”
Begitu dahsyatnya penyakit riya ini, hingga pernah seseorang bertanya kepada Rasulullah, ”Apakah keselamatan itu?” Jawab Rasulullah, ”Apabila kamu tidak menipu Allah.” Orang tersebut bertanya lagi, ”Bagaimana menipu Allah itu?” Rasulullah menjawab, ”Apabila kamu melakukan suatu amal yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepadamu, maka kamu menghendaki amal itu untuk selain Allah.”
Meskipun riya sangat berbahaya, tidak sedikit di antara kita yang teperdaya oleh penyakit hati ini. Kini tidak mudah untuk menemukan orang yang benar-benar ikhlas beribadah kepada Allah tanpa adanya pamrih dari manusia atau tujuan lainnya, baik dalam masalah ibadah, muamalah, ataupun perjuangan. Meskipun kadarnya berbeda-beda antara satu dan lainnya, tujuannya tetap sama: ingin menunjukkan amaliyahnya, ibadah, dan segala aktivitasnya di hadapan manusia.
Secara tegas Rasulullah pernah bersabda, ”Takutlah kamu kepada syirik kecil.” Para shahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan syirik kecil?” Rasulullah berkata, ”Yaitu sifat riya. Kelak di hari pembalasan, Allah mengatakan kepada mereka yang memiliki sifat riya, ‘pergilah kalian kepada mereka, di mana kalian pernah memperlihatkan amal kalian kepada mereka semasa di dunia. Lihatlah apakah kalian memperoleh imbalan pahala dari mereka’
a. Perbedaan amal perbuatan yang diridhai allah dengan amal perbuatan riya’
Antara amal perbuatan yang diredhai oleh Allah dengan amal perbuatan riya’ dapat dibedakan sebagai berikut :
Amal perbuatan yang diridhai Allah :
a. Niat karena Allah
b. Ikhlas
c. Sesuai dengan kemampuan
d. Tidak pilih kasih
e. Rahmat bagi seluruh ala
Amal perbuatan riya’
a. Niat bukan karena Allah
b. Tidak ikhlas
c. Mengada-ada
d. Pilih kasih
e. Ingin dipuji
f. Mengharap imbalan
b. Macam-macam riya’
Dilihat dari bentuknya, ria dapat digolongkan 2 macam, yaitu :
a. Ria dalam niat
Ria yang berkaitan dengan hati, maksud ria dalam niat, yaitu sejak awal perbuatan bahkan yang dilakukannya tidak didasari ikhlas sebelumnya sudah didasari ria. Yang mengetahui hanya Allah SWT dan dirinya saja. Apabila seseorang ingin melakukan amal perbuatan baik atau tidak tergantung pada niat. Rasulullah Saw. bersabda :
ﺳَﻤِﻌْﺖُﻋُﻤَﺮَﭐﺑْﻦَﭐﻟْﺨَﻄﱠﺎﺏﻗَﺎﻝَﻋَﻠَﻰﭐﻟْﻤِﻨْﺒَﺮﺳَﻤِﻌْﺖُﺭَﺳُﻮْﻝَﺹﻉﻳَﻘُﻮْﻝُِِﺇِﻧﱠﻤَﺎﺍْﻻَﻋْﻤَﺎﻝُﺑِﺎ ﻟﻨﱢﻴﱠﺎﺕِﻭَﺇِﻧﱠﻤَﺎﻟِﻜُﻞﱢﺍﻣْﺮِﺉٍﻣَﺎﻧَﻮَﻯ
( متفق عليه)
Artinya : “aku mendengar Umar bin al Khaththab berkata di atas mimbar, ‘aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : “Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya, dansesungguhnya bagi setiap orang memperoleh sesuai apa yang ia niatkan”. (H.R.Bukhari Muslim)
b. Ria dalam perbuatan
Yaitu memamerkan atau menunjukkan perbuatan di depan orang banyak, agar perbuatan tersebut dipuji, diperhatikan, dan disanjung orang lain. Di antara contoh riya dalam perbuatan, bila seorang pelajar terlihat belajar dengan sungguh-sungguh hanya karena ingin mendapat nilai yang bagus. Dan dia melakukan hal itu kepada orang tuanya hanya karena ingin mendapatkan apa yang dia minta dari orang tuanya cepat-cepat terkabul.
Beberapa penjelasan Allah SWT dalam Al Qur’an sehubungan dengan riya’ dalam perbuatan antara lain :
1. Melakukan ibadah shalat tidak untuk mencapai keridlaan Allah SWT, tetapi mengaharapkan pujian, popularitas di masyarakat. dalam Q.S. Al Ma’un : 4-6 :
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ
Artinya : “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya”.
2. Bersedekah didasari riya laksana riya’ batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih.
3. Allah melarang pergi berperang didasari riya’ dan menghalangi (orang) lain menempuh jalan Allah (sabilillah). Allah berfirman dalam Q.S. Al Anfaal : 47 :
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ خَرَجُواْ مِن دِيَارِهِم بَطَراً وَرِئَاء النَّاسِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللّهِ وَاللّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ
Artinya : Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (ria) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Allah meliputi segala yang mereka kerjakan.
c. Ciri orang yang berbuat riya’
Beberapa ciri orang yang mempunyai sifat riya’ dalam perbuatan :
a. Tidak akan berbuat baik jika tidak dilihat orang lain atau tidak ada imbalan baginya
b. Melakukan amal saleh tanpa dasar, hanya ikut-ikutan.
c. Tampak rajin penuh semangat jika amal perbuatannya dilihat atau dipuji-puji orang.
d. Ucapannya selalu menunjukkan bahwa dia yang paling hebat, paling tinggi dan paling mampu.
d. Bahaya-bahaya yang ditimbulkan dari sikap riya’
a. Terhadap diri sendiri :
1). Selalu tidak ada puasnya, sekalipun hidupnya sudah berkecukupan sehingga berpotensi untuk korupsi dan mengambil hak orang lain
2). Selalu ingin dipuji dan dihormati
3). Ketidakpuasan, sakit hati dan penyesalan ketika lain tidak dihargai.
4). Sombong dan membanggakan diri
5). Tidak dapat bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah dan dalam berinteraksi dengan sesama manusia.
6). Menyesal jika telah melakukan perbuatan baik hanya karena tidak ada orang lain yang melihatnya atau tidak ada imbalannya
7). Jiwanya akan terganggu karena kegelisahan/keluh kesah yang tiada henti
8). Perbuatan riya’ termasuk syirik kecil
وَعَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
) إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ اَلشِّرْكُ اَلْأَصْغَرُ اَلرِّيَاءُ ( أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ بِسَنَدٍ حَسَنٍ
Artinya : Dari Mahmud Ibnu Labid r.a. bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya hal yang paling aku takuti menimpamu ialah syirik kecil: yaitu riya." (Riwayat Ahmad dengan sanad hasan).
9). Allah tidak akan menerima dan memberi pahala atas perbuatan riya'
10). Di akhirat akan dicampakkan ke dalam api neraka.
b. Terhadap orang lain
1). Berpotensi saling bermusuhan, karena ia mengungkit apa yang yang diberikannya kepada orang lain.
2). Memamerkan amalnya kepada orang lain, sehingga orang lain menjadi benci dan tidak senang terhadapnya
3). Sikap dan perilakunya yang ria akan berpotensi menimbulkan pertikaian dan akhirnya menimbulkan pengrusakan
e.Tanda-tanda riya’
Tanda-tanda penyakit hati ini pernah dinyatakan oleh Ali bin Abi Thalib. Kata beliau, ”Orang yang riya itu memiliki tiga ciri, yaitu malas beramal ketika sendirian dan giat beramal ketika berada di tengah-tengah orang ramai, menambah amaliyahnya ketika dirinya dipuji, dan mengurangi amaliyahnya ketika dirinya dicela.”
f.Kebiasaan yang dapat menghindari perbuatan riya
a. Memfokuskan niat ibadah (ikhlas) hanya semata-mata karena Allah SWT
b. Membiasakan diri membaca basmallah sebelum memulai pekerjaan
c. Membiasakan menjaga lisan saat bekerja
d. Membiasakan diri menolong atau membantu pekerjaan orang lain tanpa harus disuruh dan meminta imbalan
e. Membiasakan bersedekah atau mengeluarkan infaknya setiap mendapat rezeki atau kesenangn
f. Tidak mudah tergiur atau terpengaruh dengan kemewahan orang lain
g. Tidak membuat kecemburuan kepada orang lain
h. Saling menasehati untuk kebaikan dan kesabaran dalam beribadah
i. Tidak memamerkan sesuatu karena pada dasarnya semua yang dimiliki adalah dari Allah dan akan kembali kepada-Nya
j. Membiasakan diri untuk bersyukur kepada Allah SWT
Allah SWT berfirman :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q.Ibrahim : 7)
2. ANIAYA (DZALIM)
Menurut ajaran islam, aniaya atau yang biasa disebut dzalim adalah berasal dari (dzolama-yadzlimu-dzulman) yang artinya aniaya. Pelakunya disebut dzalim dan perbuatannya disebut dzulmun. Ahli mauidzah mendefinisikan dzalim yaitu meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dzalim adalah perbuatan dosa yang harus ditinggalkan. Karena tindakan aniaya akan dapat merusak kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Tindakan aniaya digolongkan sebagai perbuatan yang menyesatkan dan menyengsarakan.
Perkataan aniaya berasal dari bahasa Sangsekerta yang berarti perbuatan bengis, penyiksaan atau zalim, zalim artinya: tidak menempatkan sesuatu dengan semestinya atau sesuai dengan ketentuan Allah Swt. Atau bisa diartikan tindakan yang tidak manusiawi, yang bertentangan dengan hak azasi manusia dan Allah swt.
Berkaitan dengan istilah dzalin, Ar-Razi memberikan sepuluh penafsiran sebagai berikut :
a. Dzalim adalah orang yang paling banyak kesalahannya,
b. Dzalim adalah sesuatu yang kulitnya lebih bagus daripada isinya,
c. Dzalim adalah orang bertauhid dengan lidah, tetapi berbeda dengan sepak terjang hidupnya
d. Dzalim adalah orang yang berbuat dosa besar
e. Dzalim adlah orang yang membaca al-qur-an dengan tidak mau mempelajari isinya, apalagi mengamalkannya
f. Dzalim adalah orang yang jahil
g. Dzalim adalah orang yang masy’amah (berputu asa)
h. Dzalim adalah orang yang setelah dihisab masuk ke neraka
i. Dzalim adalah orang yang tidak mau berhenti berbuat maksiat
j. Dzalim adalah orang yang mengambil al-qur’an, tetapi tidak mengamalkannya
a. Macam-macam sifat aniaya:
1. Aniaya kepada Allah swt, dg tidak mau melaksanakan perintah Allah yang wajib, dan meninggalkan larangan Allah yang haram.
2. Aniaya terhadap sesama manusia seperti ghibah, (mengumpat), namimah (mengadu domba, fitnah, mencuri, merampok, melakukan penyiksaan, dan melakukan pembunuhan.
3. Aniaya terhadap binatang seperti menelantarkan piaraan, menjadikan sasaran menembak.
4. Aniaya terhadap diri sendiri: minum2an keras, malas, menyiksa diri sendiri, bunuh diri.
4. Aniaya terhadap diri sendiri: minum2an keras, malas, menyiksa diri sendiri, bunuh diri.
b. Keburukan-keburukan aniaya bagi pelakunya:
1. Dibenci masyarakat.
2. Tidak tenang, dibayangi rasa takut.
3. Mencemarkan nama baik diri dan keluarganya.
4. Dijatuhi hukuman apabila perbuatannya diketahui.
5. Jika tidak bertaubat dg sungguh maka akan dicampakkan kedalam neraka.
c. Keburukan-keburukan bagi orang lain:
1. Orang yang dianiaya akan mendapat bencana, seperti kehilangan harta benda, sakit, jijwa.
2. Bila penganiayaan terjadi dimana-dimana maka masyarakat tidak mengalami ketentraman, dan kedamaian.
3. Semangat dan gairah kerja masyarakat akan menurun, karena dibayangi rasa takut.
4. Jika dalam suatu negri jumlah orang-orang jalimnya mayoritas, dan tidak bertaubat, tidak mustahil Allah swt akan menimpakan azab.
3. DISKRIMINASI
a. Pengertian
Secara bahasa diskriminasi berasal dari bahasa Inggris “Discriminate” yang berarti membedakan.Dan dalam bahasa arab istilah diskriminasi dikenal dengan Al-Muhabbah yang artinya membedakan kasih antara satu dengan yang lain atau pilih kasih.Kosakata discriminate ini kemudian diadopsi menjadi kosa kata bahasa Indonesia “Diskriminasi” yaitu suatu sikap yang membeda-bedakan orang lain berdasarkan suku, ras,bahasa,budaya,ataupun agama.
Diskriminasi artinya memandang sesuatu tidak secara adil dan memperlakukannya pula secara pilih kasih.Agar kita terhindar dari perbuatan diskriminasi ini perlu sekali memahami tentang hak-hak dan kewajiban seseorang. Jika kita mau melakukan diskriminasi, maka perhatikan dulu apakah dia memang berhak atau tidak, jika memang berhak, maka kita harus mengurungkan diri untuk berbuat diskriminasi.
b. Jenis Perbuatan Diskriminasi
Adapun bentuk penyimpanan perilaku-perilaku penyimpangan individual menurut kadar penyimpangan nya adalah sbb :
a.Penyimpangan tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang tidak sesuai dengan nilai islam.
b. Penyimpangan karena tidak taat terhadap pimpinan yang disebut pembangkang
c. Penyimpangan karena melanggar norma umum yang berlaku disebut pelanggar.
d. Penyimpangan karena tidak menepati janji,berkata bohong,berkhianat kepercayaan.Khianat dan berlagak membela,disebut munafik.
Terjadinya bentuk-bentuk perbedaan sosial (diferensiasi) dalam masyarakat diakibatkan oleh adanya ciri-ciri tertentu, yaitu cirri-ciri fisik, social, dan budaya.
a. Ciri-ciri fisik, yang berkaitan dengan ras, yaitu penggolongan manusia atas dasar persamaan cirri-ciri fisik yang tampak dari luar, seperti bentuk kepala, badan, hidung, rambut, muka, dan tulang rahang bawah, serta warna kulit, rambut, dan mata. Perbedaan cirri-ciri fisik sangat dirasakan pada masyarakat dalam Negara yang menjalankan politik diskriminasi social, misalnya politik Apartheid di Afrika Selatan, sebelum Presiden Nelson Mandela.
b. Ciri-ciri sosial, yaitu yang berkaitan dengan status dan peran para warga masyarakat dalam kehidupan sosial.
c. Ciri-ciri budaya, yaitu ciri yang merupakan pembeda budaya dan suku.
Dengan adanya perbedaan social (diferensiasi) maka dapat kita katakana bahwa diferensiasi merupakan awal adanya stratifikasi dan menjadi pemicu munculnya sikap diskriminasi.
c. Dampak Negatif Diskriminasi
a. Memicu munculnya sektarianisme
b. Memunculkan antar kelompok
c. Mengundang masalah social yang baru
d. Menciptakan penindasan dan otoritarianisme dalam kehidupan
e. Menghambat kesejahteraan kehidupan
f. Menghalangi tegak nya keadilan
h. Mempersulit penyelesaian masalah.
d. Cara Menghindari DIskriminasi
Untuk menghindari sikap diskriminasi,maka setiap muslim harus mengedepankan sikap musawah.Sikap Musawah (persamaan) cukup urgen dalam kehidupan modern.Sikap ini memiliki tujuan untuk menciptakan rasa kesejajaran,persamaan dan kebersamaan serta penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk Tuhan.
Adapun hal-hal untuk menghindari diskriminasi, yaitu :
a. Ta’aruf adalah, saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik atau biodata ringkas belaka,tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar pendidikan,budaya,keagamaan,pemikiran,ide-ide,cita-cita serta problem kehidupan yang dihadapi
b. Tafahum adalah, saling memahami kelebihan dan kekurangan,kekuatan dan kelemahan masing-masing,sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat dihindari
c. Ta’awun adalah, saling tolong menolong
d. Takaful adalah, saling memberikan jaminan.
e. Hikmah Menghindari Diskriminasi
1. Mengutamakan orang lain
2. Meringankan beban orang lain
3. Tidak menjadi beban orang lain
4. Ramah tamah terhadap sesama manusia
5. Berperilaku sesuai ajaran islam
6. Wajar dan realistis.
A. Kesimpulan
Dalam islam akhlak merupakan hal yang sangat diperhatikan, sehingga dalam islma akhlak terbagi atas dua akhlak terpuji dan akhlak tercela. Akhlak terpuji adalah akhlak yang disukai , disenangi oleh Allah swt bahakn dianjurkan dan diwajibkan. Akhlak tercela adalah akhlak yang dilarang dan diharamkan oleh Allah swt. Akhlak terpuji dan akhlak tercela begitu banyak, tetapi pada intinya niatkan hati kita hanya untuk beribadah kepada Allah swt.
B. Saran
Alhamdulillah akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini, segala koreksi dan saran demi kesempurnaan makalah ini penyusun harapkan sebagai bentuk kepedulian bagi yang ingin menambah khazanah kekeliruan dan sebagai bahan untuk memperbaiki dari apa yang telah disusunnya. Sehingga mudah-mudahan kedepannya bisa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Post a Comment